Bukuilmucom™ Sebelumnya bernama Toko Buku Islam Online Yang Menjual Berbagai Macam buku-buku Islam Murah Berkualitas terbitan berbagai penerbit Islam di Indonesia (Al-Itishom, Era intermedia, Robbani, pustaka Imam Syafii, Pustaka Azzam, Pustaka Al-Kautsar, GIP, Darussunah, As-sunah, Darul Haq, Almahira, Sygma
Jakarta - Toko buku online membuat pasar pedagang buku di Kwitang dan Senen di Jakarta menjadi lebih sepi. Namun penjualan buku tua dan langka tak terpengaruh oleh perkembangan jual-beli ini dituturkan oleh pemilik toko buku langka di Taman Mini Indonesia Indah TMII, Jakarta Timur, kepada detikcom, Rabu 12/12/2018. Pemilik toko buku ini adalah Doly Hirawansyah, putra Syamsuddin Effendi. Dia meneruskan bisnis bapaknya ini sejak 2004 setelah dijalankan sejak 1986. Di sini ada spanduk bertuliskan 'Dolly Syamsudin, Buku Langka TMII'.Di toko yang terletak di Desa Seni dan Kerajinan dalam TMII ini, buku-buku bertumpuk di lemari kaca, lemari kayu, maupun di atas lantai langsung. Doly menceritakan, tempat ini bukan yang pertama menjadi titik jualan ayahnya. Sebelum 1986, ayahnya sudah berjualan buku pada era Gubernur Ali Sadikin, lokasi pertama lapak ada di kawasan Lapangan Banteng, berpindah ke Pasar Senen, dan akhirnya ke TMII ini. Yang menawari pindah lokasi adalah Ibu Negara saat itu, yakni Siti Hartinah atau dikenal sebagai Ibu Tien Soeharto. Sejak saat itu, pembeli dari berbagai kalangan selalu datang, mulai dari mahasiswa hingga dosen, mulai dari karyawan biasa hingga pejabat negara. Banyak yang terus datang kembali dan menjadi pelanggan tetap. "Pejabat juga, seperti Fadli Zon Wakil Ketua DPR itu langganan. Kadang-kadang saya myang menawarkan buku ke para pelanggan. Kalau bilang oke, maka saya antarkan ke tempatnya. Kalau Fadli Zon biasanya beli buku-buku tentang Indonesia, seperti sejarah, budaya, politik," tutur pemilik toko buku langka di TMII. Adhi Indra Prasetya/detikcomSelain buku tua dan langka yang berusia puluhan tahun atau dari abad silam, ada pula kategori 'buku tanggung' yang usianya sekitar beberapa tahun lalu, belasan tahun lampau, hingga terbitan 1980-an. Penjualan buku-buku seperti ini dikatakannya tak terpengaruh oleh perkembangan jual-beli online."Bicara buku langka ya, online itu nggak berpengaruh. Kenapa, karena itu kan bukunya susah," kata langka cenderung susah didapat orang umum. Memang Doly juga menjual buku-buku lawas lewat internet, namun dia tak bakal memajang buku langka di internet. Paling banter, buku kategori tanggung saja yang dia jual lewat internet. Ada sebab khusus yang membuatnya tak menjual buku langka via daring."Buku tua itu eksklusif. Langganan saja yang saya tawarkan. Orang-orang baru nggak," kata Doly. Foto Toko buku langka di TMII. Adhi Indra Prasetya/detikcomHanya pelanggan tetap saja yang dia tawari buku langka. Dia tak mau mengecewakan pelanggan setianya. Buku yang benar-benar langka bahkan tidak disimpan di toko ini, melainkan di rumahnya. Meski begitu, di toko ini ada pula buku-buku rilisan 1940 hingga sudah dibatasi penawarannya, namun kadang tetap saja ada perebutan untuk mendapatkan buku langa di antara pelanggan. Bila kondisinya seperti itu, Doly akan memutuskan siapa yang berhak mendapatkan buku langka yang jumlahnya cuma satu eksemplar itu, yakni untuk pelanggan yang pertama menghubunginya. Buku langka apa saja yang sebenarnya dia jual?Doly menyebut buku karya Georg Eberhard Rumpf Rumphius berjudul 'Herbarium Amboinense'. Buku itu diikenal karena latar belakang penulisannya yang dramatis. Buku tentang rempah-rempah Ambon itu baru diterbitkan hampir 40 tahun kemudian setelah kematian Rumphius, yakni antara tahun 1741 sampai 1750. 'Herbarium Amboinense' terbit dalam enam volume, halaman, memuat 700 gambar, mendeskripsikan jenis tumbuhan. Sayangnya, Doly tak menunjukkan buku itu kepada detikcom, sehingga kami tak bisa mengecek pula buku 'Het Adatrecht van Nederlandsch-Indië' karya Cornelis van Vollenhoven yang menjelaskan hukum adat di Indonesia. Volume pertama buku itu terbit tahun 1918. "Harganya di sini sekitar Rp 7 juta sampai Rp 8 juta," kata juga menyebut komik-komik Indonesia dekade 1960-an, seperti karya Djair Warni yang terkenal dengan komik Jaka Sembungnya, Ganes TH yang terkenal dengan komik 'Si Buta dari Gua Hantu', dan karya Teguh Santosa. "Itu susah dapatnya, harganya lumayan juga, yang cetakan tahun '60-an kayak Mahabharata karya RA Kosasih yang cetakan pertama," kata dia. Ada pula Alquran tua dari Abad 19 yang pernah dia Toko buku langka di TMII. Adhi Indra Prasetya/detikcomBerapa harganya?Dia menyebut buku-buku langka dia jual dari kisaran ratusan ribu Rupiah hingga jutaan Rupiah. Harganya memang bisa bikin geleng-geleng kepala orang yang tak hobi mengoleksi buku langka nan tua. Satu buku, ada yang dia hargai Rp 20 juta, Rp 30 juta, atau Rp 40 juta. "Paling tinggi yang pernah saya jual harganya Rp 125 juta, yakni Alquran tulisan tangan, tahun 1800-an, yang beli pejabat, nama pejabatnya nggak boleh dikasih tahu. Itu dibei sekitar delapan tahun lalu," kata kolektor apalagi yang kelas kakap tak bakal berat hati membelanjakan uangnya demi mendapatkan buku langka. Uang dari penjualan buku langka dan tua itu menjadi sumber pendapatan utamanya. Baru di urutan kedua, ada uang penjualan buku tanggung terbitan '80-an ke atas yang turut menyumbang pendapatannya. Dia menolak nominal keuntungan yang dia dapatkan."Tapi saya punya rumah, mobil, motor, bisa sekolahin anak-anak, sudah enak. Sudah tercukupi," ujarnya sambil tertawa. Doly sudah punya dua anak, si sulung bersekolah tingkat SMP dan si bungsu kelas 5 mendapatkan buku-buku langka dan tua dari jejaring yang dibangun lewat pameran buku, serta relasi pertemanan. Ada pula kolektor buku langka yang meninggal, kemudian anak kolektor itu menghubunginya untuk mengambil buku koleksi si almarhum. Buku-buku itu dia beli putus, tak ada buku titip jual di sini. Masalah yang dia hadapi kini adalah banyak permintaan terhadap buku langka, namun ketersediaan bukunya hanya sedikit. Namun terlepas dari tuturannya, bila ditilik dari sisi ekonomi tentu kondisi seperti itu justru membuat harga komoditas jadi melambung. Meski buku langka bisa menghasilkan keuntungan, namun ada satu wasiat dari ayahnya yang dia ingat."Pesan dari bapak saya, kalau bisa jangan dijual ke luar negeri atau ke orang asing. Soalnya kalau dijual ke orang asing, buku itu bakal dibawa ke luar negeri dan nggak akan balik ke Indonesia lagi. Kalau kita jual di dalam negeri, kan bisa dinikmati orang lain lagi di sini," juga tulisan-tulisan detikcom tentang toko buku dan minat baca. dnu/dnu
9 Gunung Agung Tang City Mall. Selain Gramedia, Gunung Agung adalah toko buku terpopuler lainnya di Indonesia. Sudah banyak kota atau daerah yang membuka toko buku ini. Dan Tangerang menjadi salah satunya. khusus untuk Tangerang, kamu bisa menemukan toko buku ini di Tang City Mall, terutama di area Lobby Perintis. JAKARTA - Berburu buku bekas dengan beragam jenis buku, dapat dengan mudah kita dapatkan di pusat perdagangan Blok M, Jakarta Selatan. Harga yang ditawarkan pun relatif murah. Demikian pantauan Republika Kamis, 15/5. Buku menjadi salah satu kebutuhan banyak orang, terutama kalangan pelajar dan para kolektor buku. Namun, tidak semua orang mampu membeli dan mengoleksi buku. Apalagi buku berharga Blok M Mall dan Square, dapat kita jumpai pedagang buku bekas. Selain buku bekas, terdapat buku baru yang dijual dengan harga yang lebih murah. Namun, harga yang ditawarkan pedagang masih dapat kita tawar sesuai kesepakatan. Salah satu kios buku-buku bekas, dapat kita jumpai di Blok M Mall yang sejajar dengan terminal Blok M. Penumpang yang turun dari angkutan umum, dapat dengan mudah menjangkau kios buku milik Yanto. Caruban, begitu nama yang terpampang di papan kios. Nama ini diambil dari nama kampung halaman pemilik, yaitu daerah Caruban di Madiun, Jawa Timur. Sejak 1990-an, Yanto sudah menjajakan buku bekas di kawasan Blok M. Berawal dari tukang koran, Yanto kemudian memulai usaha berjualan buku-buku bekas. Saat itu, ia berjualan di depan PD Pasar Blok M. Hingga kemudian pasar ini mengalami kebakaran, pada tahun 2005 Yanto memindahkan kiosnya ke Blok M Mall. Beragam jenis buku bekas dijual, dari mulai komik, novel, buku pelajaran, kamus, ensiklopedi hingga al Qur'an. Harganya pun beragam, sesuai jenis buku. Buku komik ia jual seharga lima ribu rupiah, dan novel seharga lima hingga 60 ribu rupiah. Sementara itu, buku-buku bercetak tebal dihargai sekitar 30-40 ribu rupiah. Buku yang dihargakan mahal, biasanya buku bekas dengan terbitan terbaru. Paling mahal, seperti buku ensiklopedia, ia jual dengan kisaran harga 80 ribu rupiah. Ada pula Alqur'an yang masih dalam bentuk baru, ia hargai sekitar Rp kios miliknya, Yanto mempekerjakan tiga pegawai. Salah seorang pegawainya, Agus Setiawan, menuturkan sudah sekitar 10 tahun ia bekerja di sana. Ia melayani pembeli setiap harinya. Karena Yanto, pemilik kios hanya sesekali datang berkunjung. Agus menuturkan, pembeli yang datang beragam. Dari mulai pelajar, pekerja kantoran dan orang yang lalu lalang di sehari, jumlah pembeli juga tidak menentu. "Kadang sepi pembeli, kadang ramai," tutur pria yang sejak 2004 bekerja di Kios Caruban ini. Jika sepi, dalam sehari pendapatan bisa diperoleh sekitar 300ribu rupiah. Namun jika sedang ramai pembeli, sekitar 1,5juta rupiah bisa ia peroleh. Rata-rata kebanyakan pembeli memburu komik dan novel di kios Caruban. Namun, adapula yang mencari buku pelajaran atau pun buku umum lainnya. Dalam seminggu, terkadang buku bekas datang ke kios sebanyak empat kali. Sementara menurut Agus, akhir-akhir ini pembeli tidak begitu ramai. Buku akhirnya menumpuk di kiosnya, sementara buku yang terjual tidak yang dijual di kiosnya, didapatkan dari rekan-rekannya sesama pencari dan penjual buku. Adapula buku yang didapatkan dari pelanggan, yang biasa membeli buku bekas di di kios Caruban, buku-buku bekas juga bisa diperoleh di lantai Basement Blok M Square. Rata-rata pedagang buku bekas dan baru di sini, adalah pindahan pedagang Kwitang yang digusur pada 2008 lalu. Salah seorang pedagang buku bekas, Arif Anwar, sudah sejak 2009 berjualan di sana. Setelah Kwitang digusur, pada 2008 ia pindah ke Thamrin City. Karena sepi pembeli, ia kemudian pindah ke Blok M. Lapak buku bekasnya tepat di bawah tangga eskalator, ia namai toko buku 'AMAZ'. Nama itu diambil dari ketiga nama anaknya, Ami, Mutia, dan jenis buku ia jual, seperti jenis buku perkuliahan, komik, dan novel. Sementara itu, pembeli yang datang pada umumnya mahasiswa, kolektor dan buku bekas beragam. Paling murah, buku dihargakan Rp 10ribu. Sedangkan yang paling mahal, bisa mencapai Rp 300ribu. "Sejenis buku biography dengan cetakan tebal terbitan tahun 2000an, dihargakan Rp 250ribu," tutur pria yang tinggal di Matraman, Jakarta Pusat yang ditawarkan masih bisa ditawar. Terkadang, pembeli bisa mendapatkan tiga buku seharga Rp 10ribu. Biasanya, buku dijual murah karena peminatnya kurang. Menurut Arif, pendapatannya sampai saat ini belum cukup untuk menyimpan tabungan lebih. Menurutnya, omset saat ia berjualan di Kwitang lebih menguntungkan. Saat di Kwitang, pendapatan ia peroleh besar, sementara pengeluaran kecil. Di sana ia cukup membayar biaya keamanan dan kebersihan. Sementara di Blok M, pendapatan cukup banyak, sedangkan pengeluaran juga besar. Jika sedang ramai, dalam sehari ia bisa memperoleh pendapatan sekitar 1,5 juta rupiah. Sementara untuk biaya cicilan lapak, Arif harus mengeluarkan senilai Rp per bulan. "Alhamdulillah masih bisa bertahan sampai sekarang, walaupun pendapatan pas-pasan," menuturkan terpaksa pindah ke Blok M, karena pedagang di Kwitang digusur. Meskipun begitu, ia merasa di sini lebih nyaman. "Ga kepanasan, ga kehujanan, ya walaupun pengeluaran juga lebih besar," tuturnya. MenemukanToko Buku di Purworejo, Seperti Menemukan Harta Karun. Januari 14, 2022. /. Sebelum aku menuliskan ini, terbersit sebuah ide untuk membuat tulisan berjudul “Purworejo, Kota Tanpa Toko Buku”. Karena, memang saat itu aku tak lagi menemukan toko buku di Purworejo yang kecil ini. Sudah kecil, tak punya toko buku pula. FilterBukuLainnyaMajalahOffice & StationeryKertasMakanan & MinumanMakanan RinganFashion PriaAtasan PriaMasukkan Kata KunciTekan enter untuk tambah kata 106rb+ produk untuk "koran" 1 - 60 dari 106rb+UrutkanAdDe KORAN BURAM - F4, 1 RIM - 500 PusatPUTRA ARJUNA 2AdTerlariskoran bekas sablon packing kiloan UtaraEmpat Lima 1 rb+AdTerlarisKORAN UNTUK TimurIKAN TENGGIRI GILING SJ FISH 10 rb+AdTerlariskoran bekas kiloan untuk packing koran baru kiloan baru 1 rb+TerlarisKORAN BEKAS KILOAN 10 rb+Terlariskoran SelatanAlfa 2 rb+TerlarisKoran bekas kiloan berkualitas 1kg 10 rb+Terlariskertas koran polos/koran bekas Selatanalifa 10 rb+TerlarisKoran Utararose 10 rb+

CaraMenggunakan Konten Pemasaran untuk Mempromosikan Toko Anda. Cara termudah untuk memulai dengan pemasaran konten blogging. Anda tidak perlu banyak uang atau infrastruktur untuk menulis sebuah artikel. Jika Anda memiliki lebih banyak waktu dan sumber daya, mempertimbangkan video, fotografi profesional, podcasts, dan grafis.

FilterRumah TanggaTempat PenyimpananFurnitureTamanOffice & StationeryDocument OrganizerDapurPeralatan DapurBukuMasukkan Kata KunciTekan enter untuk tambah kata produk untuk "rak koran" 1 - 60 dari 610 RAK BaratAbadi Jaya Harco 14AdTerlarisKORAN UNTUK TimurIKAN TENGGIRI GILING SJ FISH 10 rb+AdTerlarisKORAN UNTUK KEMASAN 1 TimurIKAN GILING SJ FISH 9 rb+AdKENSI 611 RAK KORAN + TEMPAT 2%Jakarta BaratAbadi Jaya Harco 70+AdBright Crown Rak Microwave Adjustable / Rak Oven Rak Dapur 5 rbKab. TangerangBright Crown 250+APHOME Rak Majalah dengan Roda Rak Buku Koran Rak Susun Troli 30+Rak buku / Rak kantor / Rak majalah brosur / rak koran / rak 250+Rak Buku - Tempat Buku - Majalah - Koran - Rak Dinding 30+Pesanan Khusus Rak Koran Dan Majalah Kamiko 611 - 3 1%Jakarta BaratBursa Kursi 17Rak koran/ rak majalah dinding putih / rak selip 1%Jakarta 6 Adayang menarik mengamati perubahan pola usaha di Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Fenomena paling jelas dapat dilihat pada beberapa ruas jalan utama, dengan berubahnya usaha dari skala mikro dan kecil menjadi usaha menengah dan besar. Hal ini dapat dilihat misalnya di sepanjang Jalan Kaliurang ‘bawah’, atau ruas yang berada di dalam ring road. Jakarta - Dalam film 'Ada Apa Dengan Cinta' 2002, terdapat adegan saat Rangga diperankan Nicholas Saputra mengajak Cinta diperankan Dian Sastrowardoyo mengunjungi tempat ia biasa membeli buku, yakni daerah Kwitang, Jakarta Pusat. Daerah tersebut memang sudah terkenal sejak dulu sebagai tempat di mana para penjual buku, bahkan jauh sebelum film itu diputar di layar bioskop. Buku yang diperdagangkan pun bermacam-macam, baik buku baru, bekas, hingga yang sudah langka. Jenis topik buku-buku itu juga beragam, mulai dari politik, sastra, ekonomi, hingga buku untuk anak-anak. Keberagaman itu juga hadir di kalangan pengunjung. Mulai dari mahasiswa, dosen, pengacara, hingga turis yang sedang kondisi Kwitang tak lagi sama semenjak pemerintah Jakarta Pusat menertibkan pada pedagang buku ini di tahun 2007. Mereka dianggap melanggar peraturan karena berjualan di badan jalan. Penertiban ini membuat mereka tercerai-berai, tak lagi menempati satu lokasi yang sama. Beberapa masih bertahan, namun beradaptasi. Sedangkan sebagian besar lainnya meninggalkan Kwitang dan rela direlokasi ke tempat lain. Foto Pasar Buku Kwitang Adhi Indra Prasetya/detikcomSaya mengunjungi daerah yang dulunya menjadi pusat keramaian para pedagang buku Kwitang di siang hari, Selasa 11/12/2018. Kini hanya sedikit dari mereka yang masih berjualan di trotoar, jumlahnya bisa dihitung sebelah tangan. Mayoritas para pedagang buku ini sudah berkumpul dalam ruko yang disewa bersama-sama. Tak ada pintu di ruko, tak ada juga palang penanda nama toko buku apapun. Namun jika melihat ke dalam, terlihat jelas tumpukan buku di sisi kiri dan kanan, serta kumpulan orang-orang yang duduk atau berdiri dikelilingi oleh buku-buku tersebut. Merekalah para pedagang buku Kwitang. Ada sekitar 20 orang pedagang buku di ruko pedagang ini langsung menanyakan saya sedang mencari buku apa. Di antara mereka, satu orang dituakan di sana, nama panggilannya Bang Jay 48. Pria ini sudah 20 tahun berjualan di Kwitang. Ia pun menjelaskan kondisi pasar buku Kwitang saat ini."Kondisi dulu dan sekarang memang sangat beda. Kalau dulu kan penjualan online belum ada, para pembeli buku itu, begitu sudah masuk tahun ajaran baru, mereka langsung masuk ke Kwitang. Kalau sekarang, zaman sudah canggih, buka laptop saja bisa cari judul, keluar. Ditambah lagi dengan penjualan online dan pesan antar ke rumah. Itulah yang membuat kekurangan pembeli. Biasanya pembeli datang kemari, dari satu buku, merembet ke yang lain, seringnya begitu. Kalau beli via online kan hanya yang dicari saja, beli satu, sudah," Jay, pedagang buku di Kwitang Adhi Indra Prasetya/detikcomKondisi saat ini bahkan membuat beberapa orang memilih tak lagi membuka lapak buku konvensional dan memilih berjualan secara online saja. Bang Jay pun mengakui kini ia juga ikut berjualan secara online."Ada salah satu teman yang kembali ke rumah. Dia berjualan di rumah saja, berjualan secara online, di tokopedia, bukalapak, shopee, segala macam, banyaklah. Nggak punya tempat seperti kami lagi, begitu. Memang sudah jamannya, kita ikuti dululah. Saya juga berjualan online. Sambil berjualan di sini, saya juga berjualan online," ujar ayah dua anak itu pendapatan yang diperolehnya pun terasa. "Enakan dulu lah, pembeli langsung kemari. Jumlahnya Memang tidak tentu, tapi perharinya dulu itu bisa dapat Rp 300 ribu, kalau musim sepi. Kalau musim ramai bisa Rp 1 juta . Itu dulu, sekarang sudah jauh lah. Kadang-kadang online lebih murah. Ada pembeli kemari, menanyakan buku, bukunya ada, tapi harganya dianggap mahal, menurut dia di online lebih murah. Di sini 75 ribu, di online cuma 40 ribu. Jadi persaingan harga antara yang datang kemari dengan yang di online. Memang sudah jamannya," ucapnya soal perubahan yang dia rasakan usai ada penjualan buku beranjak meninggalkan Kwitang menuju Pusat Grosir Senen Jaya, tak jauh dari sana. Di Blok V lantai 5, berkumpul para pedagang buku. Namun berbeda dengan di Kwitang, kondisi lapak buku di sana terlihat jauh dari layak. Penerangan yang kurang baik, belum lagi lokasi yang harus berbagi dengan parkiran dan juga pusat jasa ekspedisi barang, membuat lokasi ini terasa tidak Pasar buku di Pusat Grosir Senen Jaya Adhi Indra Prastya/detikcomArdi 40, salah satu pedagang buku di sini, sudah berjualan buku selama 15 tahun. Dia dan rekan-rekannya di Senen Jaya merupakan pedagang yang direlokasi dari Kwitang pada tahun 2007 silam. Di Senen Jaya, kondisinya lebih memprihatinkan. Awalnya, saat direlokasi mereka menempati Blok I. Namun saat mereka sudah mulai beradaptasi dan pembeli sudah mulai banyak yang datang ke sana, terjadi musibah kebakaran pada tahun 2016."Setelah kejadian itu vakum ada sekitar 6 bulan. Setelah bernegosiasi, akhirnya ditempatkanlah kami di sini, di Blok V lantai 5 yang keadaannya, lihat saja sendiri seperti apa. Pedagang di sini tinggal sekitar 30-an, dari yang awalnya sekitar 80-an orang pada saat di Blok I," ujar itu membuat mereka harus berjuang lagi dari nol, sebab tak ada koleksi buku yang tersisa. Pindahnya mereka ke Blok V pun tak membuat mereka semakin mudah berjualan. Akses yang sulit hingga lokasi yang dikelilingi parkiran dan pusat jasa ekspedisi disebut Ardi membuat pengunjung yang datang menurun drastis."Yang jelas paling pembeli itu tinggal 10 persen lagi dari sebelumnya, karena pertama, banyak yang belum tahu, lalu yang kedua, pedagang-pedagang ini banyak yang pecah, sudah tidak ngumpul jadi satu seperti dulu. Karena untuk bertahan di sini itu nggak bisa untuk mencukupi kehidupan, keluarganya terutama. Jadi kami yang masih bertahan ini tinggal menunggu waktu saja," kata Ardi, pedagang buku di Pusat Grosir Senen Jaya. Adhi Indra Prasetya/detikcomDia memprediksi pedagang buku di Senen Jaya bakal hilang bila tak ada perhatian dari Pemerintah Provinsi DKI. Dia berharap ada satu kawasan yang bisa mengakomodasi pedagang-pedagang buku, sehingga lokasi tersebut bisa menjadi tempat khusus wisata buku."Wisata kuliner ada, mau belanja ada, kenapa nggak dibuat wisata pendidikan? Kumpulkan saja di satu tempat di Jakarta Pusat. Jualan buku ini harus terpusat. Karena pedagang satu sama lain saling melengkapi. Kalau buku berdagang sendiri itu sulit. Dari dulu kami dijanjikan tempat tapi sampai sekarang nggak ada realisasinya," ujarnya penuh kemudian mengenang masa-masa saat berjualan di Kwitang dulu, saat itu banyak orang yang mampir ke lapaknya. Lapak-lapak di Kwitang memang mudah sekali di akses, bahkan dulu sampai ke trotoar-trotoar. Kontras dengan kondisi itu, lapak di Senen Jaya sulit diakses. Ini menyebabkan satu jenis konsumen hilang, yakni konsumen iseng. Hanya tersisa 'konsumen niat', jenis yang memang dari awal sudah bermaksud mendapatkan judul buku melangkah keluar menuju Terminal Senen. Di depan bus-bus kota dan angkutan umum, berjejer sejumlah kios buku berwujud bangunan semi permanen yang dicat berwarna biru tua di sepanjang terminal. Lagi-lagi saat saya berkunjung ke sini, para pedagang buku sedikit enggan diwawancara. Beberapa dari mereka baru bersedia diwawancara jika dagangannya dibeli. Beruntung saat berjalan agak jauh, saya bertemu dengan Jefri 20. Dia membantu ayahnya yang sudah berjualan buku di Terminal Senen selama hampir 17 tahun. Ia sendiri mengaku baru setelah lulus SMA ikut membantu orang Lapak buku di Terminal Senen Adhi Indra Prasetya/detikcomDi Terminal Senen, kondisinya juga tak jauh beda. Kini pembeli jarang hadir secara langsung. Jefri pun merasakannya. "Kalau jaman dulu sih, sehari-harinya ramai sih. Kalau sekarang sih sudah mulai agak sepi. Salah satunya karena pejabat membuat kebijakan pembagian buku pelajaran gratis, makanya semakin berkurang minat orang ke sini. Orang mulai berpindah ke online semua," ujarnya. Beradaptasi dengan kemajuan teknologi, dia dan keluarganya juga mengandalkan jualan buku secara daring. "Toko online saya sendiri juga diperkuat, karena bagaimanapun jadi andalan kita juga, dibanding dengan di sini," saja, berjualan buku bukan pekerjaan yang mudah menghasilkan untung. Saat ini, Jefri mengaku penjualan buku paling banyak hanya menyentuh Rp 500 ribu per pekan. Dahulu kala, ayahnya bisa mendapatkan lebih dari tiga kali lipatnya dalam kurun waktu yang sama, khususnya di tahun ajaran baru. Oleh sebab itu, dia berharap agar pemerintah bisa memperhatikan kondisi ini, salah satunya dengan menumbuhkan minat baca di Indonesia. "Karena semakin tinggi minat baca semakin banyak orang yang akan membeli buku," Lapak buku di Terminal Senen Adhi Indra Prasetya/detikcomMenjelang matahari terbenam, saya meninggalkan Terminal Senen. Suasana mendung gelap menemani perjalanan saya pulang. Dari jauh, sejumlah kios buku di sana sudah ada yang mulai membereskan dagangannya, entah karena ingin melindungi buku-buku dari hujan, atau memang sudah waktunya bagi mereka untuk pulang, setelah lelah seharian menanti juga tulisan-tulisan lain di detikcom tentang toko buku dan minat baca. dnu/dnu . 345 477 152 443 8 266 313 259

toko kecil tempat berjualan buku koran